akademisi

makalah ilmu tajwid



ilmu tajwid
A.    Pendahuluan
     Ibn Khaldun sebagaimana dikutip oleh Ingrid Mattson menyatakan bahwa pengajaran al-Qur`an kepada anak-anak merupakan simbol Islam. Orang Islam masih melakukan pengajaran semacam itu di berbagai kota untuk menanamkan keyakinan yang kuat kepada Islam dan rukun iman yang bersumber dari ayat al-Qur`an dan hadis Nabi.[1] Oleh karena itu, nampak bahwa pengajaran al-Qur`an merupakan salah satu upaya menanamkan nilai-nilai keislaman. Inilah –mungkin- yang disebut Quraish Shihab dengan istilah ‘membumikan al-Qur`an’.
     Salah satu bentuk pengajaran al-Qur`an yang patut diajarkan kepada anak sejak usia dini adalah cara membaca al-Qur`an yang baik dan benar, yang kemudian dinamakan dengan tajwid. Hal tersebut bukanlah tanpa alasan, sebab, pada dasarnya dalam membaca al-Qur`an dibutuhkan ilmu tersendiri yang berbeda dengan bacaan-bacaan Arab lainnya, seperti panjang pendeknya huruf, waqaf dan ibtida` (berhenti dan memulai bacaan), serta cara-cara pelafalan huruf (makharij al huruf).
     Berdasarkan paparan tersebut, nampaklah urgensi ilmu tajwid dalam pengajaran al-Qur`an. tetapi, sebelum mengkaji ilmu tajwid dalam tataran praktis-aplikatif, alangkah baiknya jika terlebih dahulu dipahami ilmu tajwid dari segi historisitasnya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dikaji tinjauan umum ilmu tajwid meliputi pengertian, objek kajian, sejarah serta perkembangan ilmu tajwid.

B.     Pengertian Ilmu Tajwid
     Secara bahasa, kata tajwid merupakan bentuk mashdar dari kata jawwada yang berarti memperbaiki/memperindah (at tahsin).[2] Sedangkan menurut istilah, tajwid adalah:
إخراج كل حرف من مخؤجه وإعطاءه حقّه ومستحقّه من الصفات
Mengucapkan setiap huruf dari tempat keluarnya serta memberikan haq dan mustahaq dari sifat-sifatnya”.[3]
    
     Haq huruf adalah sifat-sifat yang lazim pada huruf seperti hams, jahr, syiddah, rakhawah, dll.[4] Sedangkan mustahaq huruf adalah sifat-sifat huruf yang tidak tsabit padanya yang sekali-kali ada dan sekali-kali tidak ada. Di antaranya sifat tarqiq yang muncul dari sifat istifal[5] atau sifat tafkhim yang muncul dari sifat isti’la, ikhfa, mad, qashr, dll.[6]
     Menurut as-Suyuthi, tajwid adalah hiasan bacaan, yaitu memberikan kepada setiap huruf hak-haknya dan urutan-urutannya serta mengembalikan setiap huruf kepada makhraj dan asalnya, melunakkan pengucapan dengan keadaan yang sempurna, tanpa berlebih-lebihan dan memaksakan diri.[7]
     Oleh karena itu, ilmu tajwid adalah ilmu yang mempelajari tentang pemenuhan haq dan mustahaq huruf meliputi tempat keluar huruf (makhraj) dan sifat-sifatnya.[8] Sebenarnya, tata cara pembacaan al-Qur`an sesuai dengan haq dan mustahaq huruf telah termaktub dalam al-Qur`an Surah al-Isra ayat 106:
“Dan al-Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.

     Ayat tersebut menunjukkan adanya tata cara atau sifat tertentu dalam membaca al-Qur`an yang telah diajarkan langsung oleh Nabi Muhammad Saw dan kemudian dirangkum oleh para ulama, hingga mereka mengistilahkannya dengan ilmu tajwid.[9] Selain ilmu tajwid, ilmu tentang tata cara membaca al-Qur`an dikenal juga dengan nama fannut tartil dan haqqut tilawah.[10]
     Urgensi pembacaan al-Qur`an dengan tajwid dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu, pertama, adanya riwayat yang memerintahkan untuk membaca al-Qur`an dengan tajwid, sebagaimana yang dikutip oleh as-Suyuthi[11] dalam kitab ad-Dani bahwa Ibn Mas’ud berkata: Bacalah al-Qur`an dengan tajwid. Kedua, menjaga lidah dari lahn (kesalahan) ketika membaca al-Qur`an.[12] Sebab, ulama menganggap bacaan tanpa tajwid sebagai lahn (kesalahan). Lahn ada dua macam yaitu jali dan khafi. Lahn yang jali adalah kesalahan yang tampak jelas dan diketahui oleh ahli qiraah dan orang lain. Sedangkan lahn khafi adalah kesalahan yang samar yang hanya diketahui oleh ahli qiraah dan orang yang mahir bacaan al-Qur`annya.[13]
    
C.    Objek Kajian Ilmu Tajwid
     Secara umum, pokok bahasan ilmu tajwid adalah lafadz-lafadz al-Qur`an.[14] Oleh karena itu, ilmu tajwid merupakan ilmu yang berhubungan dengan al-Qur`an yang memiliki karakteristik tersendiri. Dengan mempelajari ilmu tajwid, maka akan mengurangi celah kesalahan dalam membaca al-Qur`an. selain itu, dengan menggunakan tajwid akan mengantarkan kepada pembacaan al-Qur`an secara tartil sebagaimana yang telah diperintahkan Allah Swt dalam Surah al-Muzzammil ayat 4:
È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ  
“Dan bacalah al-Qur`an itu dengan perlahan-lahan.

     Menurut Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah, kata rattala dan tartil terambil dari kata ratala yang berarti serasi dan indah, sehingga tartil al-Qur`an adalah membaca al-Qur`an dengan pelahan-lahan sambil memperjelas huruf-huruf berhenti dan memulai (ibtida`) sehingga pembaca dan pendengarnya dapat memahami dan menghayati kandungan pesan-pesannya.[15]
     Lebih terperinci lagi ada tiga cara membaca al-Qur`an yaitu, pertama, tahqiq, yaitu memberikan kepada setiap huruf hak-haknya, seperti menyempurnakan mad, menyempurnakan harakat dengan tidak memberikan sukun kepada huruf yang berharakat, mengeluarkan huruf sesuai dengan tempatnya, dll. Ulama qiraah yang membaca dengan cara ini adalah Hamzah dan Warasy.[16] Kedua, hadr, yaitu bacaan cepat dengan tetap menjaga dan memperhatikan kaedah-kaedah tajwid dengan cermat, dan hendaknya seorang qari berhati-hati dari memotong huruf mad, menghilangkan suara ghunnah, atau ikhtilas (membaca sebagian) harakat.[17] Ulama qiraah yang menggunakan cara ini adalah Ibn Katsir dan Abu Ja’far.[18] Ketiga, tadwir, yaitu bacaan yang sedang/tengah antara tahqiq (perlahan) dan cepat (hadr).[19] Inilah yang diriwayatkan dari kebanyakan imam qiraah.[20] Perlu diketahui, dari tiga tingkatan tersebut, istilah tartil mencakup seluruhnya.
     Membaca al-Qur`an dengan tartil menurut beberapa ulama dianjurkan (mustahab) guna mentadabburi ayat-ayat al-Qur`an, khususnya bagi ‘ajami (non Arab) yang tidak mengetahui makna al-Qur`an.[21] Bahkan, sebenarnya bukan hanya untuk ‘ajami saja, tetapi untuk semua umat Islam, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Qudamah bahwa para ulama sepakat mentartilkan dan membaguskan bacaan al-Qur`an adalah sunah.[22]
     Membahas ilmu tajwid, setidaknya mencakup empat hal mendasar, yaitu[23]:
-          Ma’rifah makharij al-huruf, mengenal tempat-tempat keluarnya huruf.
-          Ma’rifah shifatiha, mengenal sifat-sifat huruf.
-          Ma’rifah maa yatajaddadu laha bisababin at-tarkib min al-ahkam, mengenal hukum-hukum yang muncul bagi huruf dengan sebab tarkib (susunan huruf dengan huruf lainnya).
-          Riyadhah al-lisan wa katsrah at-tikrar, latihan lidah dan banyak mengulang.
     Sedangkan menurut as-Suyuthi, cakupan ilmu tajwid meliputi tata cara waqaf, imalah, idgham, hukum-hukum hamzah, tarqiq, tafkhim, dan makhraj-makhraj huruf.[24]
     Hal tersebut secara tersirat telah ditekankan oleh Ibn al-Jazari, beliau berkata:
ولا شكّ أن هذه الأمّة كماهم متعبّدون بفهم معاني القرأن وإقامة حدوده متعبّدون بتصحيح ألفاظه وإقامة حروفه على الصفة المتلقّاة من أئمّة القراءة المتّصلة بالحضرة النبويّة الأفصحيّة العربيّة الّتي لا تجوز مخالفتها
“Tidak ada keraguan bahwa umat ini sebagaimana mereka itu beribadah dengan cara memahami makna al-Qur`an dan menegakkan hukum-hukumnya, juga beribadah dengan cara memperbaiki lafadz-lafadznya, dan menegakkan huruf-hurufnya sesuai dengan sifat yang diambil para imam qiraah yang bersambung sampai kepada Nabi Saw yang bahasa Arabnya paling fasih, yang kita tidak boleh menyelisihinya.”[25]

D.    Sejarah Kemunculan Ilmu Tajwid
     Salah satu riwayat yang menjelaskan tentang tata cara membaca al-Qur`an dengan baik dan benar adalah riwayat yang disampaikan oleh Musa Ibn Yazid al-Kindi, ia berkata;
كان ابن مسعود يقرئ القرأن رجلا فقرأ الرجل: انما الصدقت للفقراء والمسكين, مرسلة, فقال ابن مسعود: ما هكذا أقرأنيها رسول الله, قال: كيف أقرأكها يا أبا عبد الرحمن؟ قال: أقرأنيها: انما الصدقت للفقراء والمسكين, فمدّها.[26]
“Ibn Mas’ud mengajarkan al-Qur`an kepada seseorang, lalu orang itu membaca انما الصدقت للفقراء والمسكين (at-Taubah:60) dengan memendekkan lafadz al-fuqara, maka Ibn Mas’ud berkata: ‘tidak seperti itu Rasulullah mengajarkan bacaan kepadaku’. Orang itu bertanya: ‘Bagaimana beliau mengajarkan qiraah kepadamu, wahai Abu Abdurrahman?’ Ibn Mas’ud menjawab: ‘Beliau membacakannya kepadaku انما الصدقت للفقراء والمسكين yaitu dengan memanjangkan lafadz al-fuqara.
    
     Berdasarkan riwayat tersebut, dapat diketahui bahwa cara membaca al-Qur`an dengan benar telah sejak awal diajarkan oleh Rasulullah Saw, sehingga jika dilihat dari sisi ‘amaliyah (praktik), peletak dasar ilmu ini adalah Rasululullah Saw. Selain itu, ada beberapa hal yang menegaskan hal tersebut, seperti pembacaan al-Qur`an secara perlahan-lahan (QS. Al-Isra: 106) dan perintah untuk membaca al-Qur`an secara tartil (QS. Al-Muzzammil: 4). Kemudian, tuntunan bacaan al-Qur`an tersebut dilanjutkan kepada sahabat, tabi’in, hingga sekarang.
     Sedangkan dari sisi nazhariah (teori), peletak dasar ilmu tajwid adalah para imam qiraah. Para ulama berbeda pendapat tentang orang yang pertama kali meletakkan dasar-dasar ilmu tajwid. Ada yang mengatakan Abul Aswad ad-Duali, ada yang berpendapat Abu Ubaid al-Qasim bin Salam. Ada juga yang berpendapat al-Khalil bin Ahmad. Sedangkan pendapat yang kuat untuk peletak dasar ilmu tajwid adalah Abu Muzahim Musa bin Ubaidillah al-Khaqani dengan karyanya yang dikenal dengan nama al-Qashidah al-Khaqaniyah.[27] Pendapat ini salah satunya dipegang oleh Ibn al-Jazari yang mengatakan:
هو أوّل من صنّف في التجويد[28]
“Dia (Abu Muzahim al-Khaqani) adalah orang yang pertama kali menulis tentang tajwid.”

    Tulisan Abu Muzahim tersebut sangat berpengaruh bagi perkembangan ilmu tajwid pada masa-masa selanjutnya. Hal ini dibuktikan dengan munculnya ulama-ulama yang menulis karya tentang ilmu tajwid, seperti[29]:
-          Kitab at-tanbih ‘ala al-lahnil Jali wal Lahnil Khafi, karya Abul Hasan Ali bin Ja’far bin Muhammad as-Sa’idi ar-Razi (w. 410 H).
-          Kitab ar-Ri’ayah li Tajwidil Qira`ah wa Tahqiqi Lafdzi at-Tilawah, karya Abu Muhammad Makki bin Abu Thalib al-Qaisi (w. 437 H).
-          Kitab at-Tahdid fil Itqan wat Tajwid, karya Abu Amr Utsman bin Sa’id ad-Dani (w. 444 H).

E.     Perkembangan Ilmu Tajwid
     Seiring dengan perkembangan zaman, pencetakan al-Qur`an semakin banyak memiliki inovasi-inovasi baru. Salah satu inovasi dalam pencetakan al-Qur`an juga menyentuh ranah ilmu tajwid. Menurut Ingrid Mattson[30], pada awal 1990-an, inovasi penting dalam bidang pencetakan mushaf menyebar cepat di seluruh dunia Islam. Inovasi itu adalah penemuan sistem penulisan huruf dalam warna yang berbeda untuk menandakan bunyi yang dikehendaki ilmu tajwid. Sistem ini dikembangkan oleh seorang insinyur Syiria yang belajar tajwid kepada seorang ulama di Damaskus. Buku tajwid Qur`an telah disahkan secara resmi oleh para ulama al-Azhar di Kairo dan diterbitkan oleh Dar al-Ma’rifah. Tajwid Qur`an ini lebih mudah diakses dan digunakan dibandingkan dengan teks-teks abad pertengahan seperti karya al-Dani, al-Syatibi, Ibn al-Jazari, dll.
     Di Indonesia, perkembangan produksi mushaf muncul sejak awal dasawarsa 2000-an, ketika teknologi computer semakin maju dan dimanfaatkan oleh para penerbit. Perubahan itu sangat mencolok dalam hal kaligrafi teks mushaf.[31] Salah satunya adalah pewarnaan pada teks al-Qur`an berkaitan dengan tajwid. Hal ini bertujuan untuk menuntun para pembaca al-Qur`an yang masih awam dalam ilmu tajwid, dengan memberi warna tertentu terkait hukum bacaan dalam ilmu tajwid.[32]
     Selain itu, dalam dunia modern, kajian ilmu tajwid juga sering dihubungkan dengan fonetik dan fonologi al-Qur`an. Fonetik adalah ilmu yang membicarakan masalah bunyi tanpa memperhatikan fungsi dan makna yang dikandung oleh bunyi itu. Bunyi dipelajari sebagai suatu gejala alami, contoh kajiannya adalah membahas organ bicara, makhraj dan sifat bunyi.[33]
     Sedangkan fonologi adalah ilmu bunyi yang membahas tentang bunyi bahasa tertentu dengan mempertimbangkan fungsi dan makna yang dikandungnya. Contoh kajiannya adalah modifikasi bunyi: idgham, ikhfa, imalah, isymam, panjang-pendek, dan waqaf.[34]

F.     PENUTUP
     Ilmu Tajwid merupakan ilmu yang membahas tata cara mengucapkan setiap huruf dari tempat keluarnya serta memberikan haq dan mustahaq dari sifat-sifatnya. Oleh karena itu, secara umum tajwid merupakan tata cara membaca al-Qur`an dengan baik dan benar. Istilah yang dikenal dalam membaca al-Qur`an dengan baik dan benar dinamakan tartil.
     Sebenarnya pembacaan al-Qur`an dengan menggunakan kaidah-kaidah tajwid telah dilakukan secara langsung oleh Nabi Saw dan dilanjutkan secara terus-menerus generasi berikutnya. Tetapi, pada masa itu belum menjadi satu keilmuan yang utuh menjadi ilmu tajwid. Perkembangan selanjutnya oleh Abu Muzahim dengan kitabnya al-Qashidah al-Khaqaniyah yang menurut para ulama menjadi penggagas utama dalam ilmu tajwid. Berkembang lebih pesat setelah ad-Dani menulis kitab tentang tajwid.
    Di era modern, mengkaji tajwid secara manual dapat ditemukan dalam mushaf-mushaf yang dikreasikan dengan warna-warni. Di satu sisi, inovasi tersebut dapat menjadi sarana memotivasi umat Islam dalam belajar tajwid. Tetapi, alangkahbijak jika penggunaan al-Qur`an tajwid tersebut dibarengi dengan pembelajaran secara langsung (musyafahah dan talaqqi) kepada guru yang mumpuni dalam bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA


al-Albani, Muhammad Nashiruddin. Silsilah al-Ahadits as-Shahihah jilid 5 hadis nomor 2237. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, t.th.
Ad Dani. at Tahdid fil Itqan wa at Tajwid. Oman: Dar ‘Ammar, 2000.
Faizin, Hamam. Sejarah Pencetakan al-Qur`an. Yoyakarta: Era Baru Pressindo, 2012.
Fattah, Abdul. Hidayah al Qari ila Tajwid  Kalam al-Bari. Madinah: Maktabah Thayyibah, t.th.
al-Hamad, Ghanim Qadduri. al-Muyassar fi ‘Ilm Tajwid. Jeddah: Ma’had Imam asy-Syathibi, 2009.
______________________. Abhats fi ‘Ilm at-Tajwid. Oman: Dar ‘Ammar, 2001.
Kurnaedi, Abu Ya’la. Tajwid Lengkap asy-Syafi’I. Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2013.
Mattson, Ingrid. Ulumul Qur`an Zaman Kita, terj. R. Cecep Lukman Yasin. Jakarta: Zaman, 2013.
Nasution, Ahmad Sayuti Anshari. Fonetik dan Fonologi al-Qur`an. Jakarta: Amzah, 2012.
Nawawi, Imam. at-Tibyan fi Adab Hamalah al-Qur`an. Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2012.
Salim, Ahmad. Hukum Fikih seputar al-Qur`an, (ed.). Fahrur Muis & Ferry Irawan. Jakarta: Ummul Qura, 2011.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah Volume 14. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
as-Suyuthi, Jalaluddin. al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur`an, terj. Tim Editor Indiva. Surakarta: Indiva Pustaka, 2008.






[1] Ingrid Mattson, Ulumul Qur`an Zaman Kita, terj. R. Cecep Lukman Yasin (Jakarta: Zaman, 2013), hlm. 182
[2] Ad Dani, at Tahdid fil Itqan wa at Tajwid, (Oman: Dar ‘Ammar, 2000), hlm. 68
[3] Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap asy-Syafi’I (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2013), hlm. 39
[4] Contohnya sifat hams yaitu samarnya suara pada pendengaran akibat terbukanya dua pita suara, tidak adanya getaran pada keduanya, serta banyaknya napas yang mengalir. Hurufnya terkumpul dalam lafadz فحثّه شخص سكت. Lebih jelas lihat Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap asy-Syafi’I…, hlm. 146
[5] Contohnya huruf alif, jika sebelum huruf alif huruf isti’la, maka alif-nya tafkhim, seperti lafadz ضاق. Sedangkan jika sebelum alif huruf istifal, maka alif-nya tarqiq, seperti lafadz جاء. Oleh karena itu, perlu diperhatikan bagi para pembaca al-Qur`an ketika melafalkan باطل agar tidak mentafkhimkan huruf ba dan alif dengan melihat huruf isti’la setelahnya. Tetapi, yang benar adalah melihat pada huruf istifal sebelumnya agar huruf alif dibaca tarqiq. Lebih lanjut lihat Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap asy-Syafi’I (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2013), hlm. 198
[6] Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap asy-Syafi’I…, hlm. 40
[7] Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur`an, terj. Tim Editor Indiva, (Surakarta: Indiva Pustaka, 2008), hlm. 402
[8] Ghanim Qadduri al-Hamad, al-Muyassar fi ‘Ilm Tajwid, (Jeddah, Ma’had Imam asy-Syathibi, 2009), hlm. 11
[9] Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap asy-Syafi’I…, hlm. 34
[10] Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap asy-Syafi’I…, hlm. 41
[11]Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur`an…, hlm. 402
[12] Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap asy-Syafi’I…, hlm. 40
[13] Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur`an…, hlm. 402
[14] Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap asy-Syafi’I…, hlm. 40
[15] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Volume 14, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 405
[16] Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur`an…, hlm. 401
[17] Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap asy-Syafi’I…, hlm. 29
[18] Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur`an…, hlm. 401
[19] Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap asy-Syafi’I…, hlm. 29
[20] Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur`an…, hlm. 401
[21] Imam Nawawi, at-Tibyan fi Adab Hamalah al-Qur`an, (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2012), hlm. 53
[22] Ahmad Salim, Hukum Fikih seputar al-Qur`an, (ed.). Fahrur Muis & Ferry Irawan, (Jakarta: Ummul Qura, 2011), hlm. 177
[23] Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap asy-Syafi’I…, hlm. 44
[24] Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur`an…, hlm. 403
[25] Abdul Fattah, Hidayah al Qari ila Tajwid  Kalam al-Bari, (Madinah: Maktabah Thayyibah, t.th), hlm. 55
[26] Muhammad Nashiruddin al-Albani, Silsilah al-Ahadits as-Shahihah jilid 5 hadis nomor 2237, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, t.th), hlm. 279
[27] Abu Ya’la Kurnaedi, Tajwid Lengkap asy-Syafi’I…, hlm. 41
[28] Ghanim Qadduri al-Hamad, Abhats fi ‘Ilm at-Tajwid, (Oman: Dar ‘Ammar, 2001), hlm. 23
[29] Ghanim Qadduri al-Hamad, Abhats fi ‘Ilm at-Tajwid…, hlm. 48
[30] Ingrid Mattson, Ulumul Qur`an Zaman Kita…, hlm. 194
[31] Hamam Faizin, Sejarah Pencetakan al-Qur`an, (Yoyakarta: Era Baru Pressindo, 2012), hlm. 156
[32] Hamam Faizin, Sejarah Pencetakan al-Qur`an…, hlm. 157
[33] Ahmad Sayuti Anshari Nasution, Fonetik dan Fonologi al-Qur`an, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 2
[34] Ahmad Sayuti Anshari Nasution, Fonetik dan Fonologi al-Qur`an…, hlm. 3



@



0 comments:

makalah ilmu tajwid