akademisi

bhineka tunggal ika

memahami bhineka tunggal ika

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Pilar memiliki peran yang sangat menentukan, karena apabila pilar ini tidak kokoh atau rapuh maka akan berakibat robohnya bangunan yang disangganya. Dalam bahasa jawa tiang penyangga bangunan atau rumah ini sering disebut “soko”, bahkan bagi rumah yang berjenis joglo terdapat empat soko ditengah bangunan yang disebut soko guru. Soko guru sangat menentukan kuat dan kokohnya bangunan, terdiri atas batang kayu yang besar dan dapat dipertanggung jawabkan.
Indonesia adalah Negara kesatuan yang penuh dengan keragaman budaya, bahasa, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Untuk membahas makna bhineka tunggal ika dan bagaimana mengimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga bhinneka tunggal ika benar-benar dapat menjadi tiang penyangga yang kokoh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa makna bhinneka tunggal ika bagi bangsa indonesia ?
2.      Bagaimana demokrasi bagi bangsa indonesia ?
3.      bagaimang hubungan bhinneka tunggal ika dan demokrasi ?
4.      apa tujuan bhinneka tunggal ika bagi demokrasi indonesia ?



BAB II
PEMBAHASAN
A. Bhinneka tunggal ika
Bhineka tunggal ika ialah semboyan bangsa indonesia, frase ini berasal dari bahasa kuno dan sering kali di artikan dengan kalimat yang sederhana dan padahal ia memiliki arti yang sangat tidak sederhana yaitu “berbeda-beda tetapi tetap satu”. Bhinneka tunggal ika diterjemahkan per-kata; bhinneka berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata neka dalam behasa sansekerta berarti macam serta menjadi pembentuk kata aneka, kata tunggal berarti satu, dan kata ika berarti itu. Apabila dimaknai secara harfiyah “berbeda-beda satu itu” yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi hakikatnya bangsa indonesia tetap satu. Semboyan ini untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan bagi bangsa indonesia.
Semboyan bhinneka tunggal ika sebenarnya sudah pernah diungkapkan pertama kali oleh Empu Tantular sang pujangga agung kerajaan majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Raja Hayamwuruk pada abad ke empat belas (1350-1389). Semboyan tersebut terdapat dalam karyanya “kakawin sutasoma” yang berbunyi “bhinna ika tunggal ika, tan hana dharma mangrwa” yang artinya berbeda-beda itu satu itu, takada pengabdian yang mendua. sebelum bangsa indonesia menggunakannya sebagai semboyan negara, semboyan itu pun sudah pernah digunakan sebagai moto dalam kehidupan dan pemerintahan majapahit untuk pemersatu Nusantara yang di ikrarkan oleh patih Gajah Mada.[1]
Bhineka Tunggal Ika merupakan esensi wawasan kebangsaan Indonesia, karena Indonesia secara geografis kepulauan dan penduduknya bermacam suku, agama, dan ras. Dalam kondisi demikian, pilihan Bhineka Tunggal Ika bukanlah suatu kebetulan melainkan suatu kebutuhan mutlak. Secara sosiologis perbedaan memang potensial untuk terjadinya konflik, walaupun secara filosofis bahwa persatuan yang sinergik, produktif adalah persatuan yang unsur-unsurnya berbeda.
Bangsa yang memiliki berbagai macam suku, ras, dan agama, hanya dapat bersatu jika masing-masing fihak menghargai perbedaan, dan tidak memaksakan orang lain untuk sama dengan dirinya. Oleh karena itu persatuan disini, tidak berarti menghilangkan identitas daerah, dengan kata lain persatuan yang sinergik. Bhineka Tunggal Ika adalah solusi kehidupan dalam berbangsa dan bernegara, Persatuan adalah kebutuhan bagi indonesia.
B. Demokrasi indonesia
Secara etimologis, demokrasi berarti kedaulatan ditangan rakyat (demos dan kratos). Sebagai konsep demokrasi berlaku umum, dan universal, namun pada saat diterapkan dalam suatu bangsa atau negara maka implementasinya senantiasa terikat oleh kondisi obyektif negara atau bangsa yang bersangkutan. Sehingga demokrasi bukan harus seperti yang berkembang di barat. Maka demokrasi indonesia adalah pansasila. Sebagai sistem pemerintahan, demokrasi mengembangkan transparansi, toleransi, damai, teratur dan menjunjung nilai-nilai persamaan, kebebasan, partisipasi dalam menentukan kebijakan negara. Dan kesemua ini dalam kerangka nilai-nilai Pancasila.
Oleh karena itu, demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang merujuk kepada basis kesadaran identitas bangsa Indonesia, yang tidak semata-mata rational tetapi juga religious, yang tidak hanya mementingkan kepentingan individu melainkan juga social, yang tidak hanya bersifat kuatitatif (mayority) melainkan juga kualitatif (kebijaksanaan-wisdom).[2]
Demokrasi adalah sarana (alat) untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu, efektivitas dan produktivitas alat tersebut akan dipengaruhi oleh kesesuaian dengan kondisi obyektif masyarakat dimana alat tersebut digunakan dan siapa yang menggunakan alat tersebut (pemangku kekuasaan). Dengan kata lain demokrasi yang efektif dan produktif memerlukan prakondisi, baik dari pendidikan, ekonomi maupun budaya (penghargaan hak dan kewajiban). Demokrasi sangat erat dengan hak asasi manusia, karena itu demokrasi tidak akan bernilai apa-apa tanpa dijiwai oleh HAM. Orientasi tentang hak asasi manusia, sangat dipengaruhi konsep tentang manusia itu sendiri, sehingga hak asasi manusia menurut komunis, liberalis dan Pancasila tentu akan berbeda-beda karena memang konsep manusianya berbeda-beda diantara mereka.[3]
C.  Hubungan bhinneka tunggal ika dan demokrasi indonesia
Perbedaan suku, bahasa, agama, serta budaya telah terbentuk menjadi satu kesatuan yang utuh (NKRI), yang membentang dari sabang sampai merauke. Dalam demokrasi Indonesia yang menginduk pada pancasila dan berorientasi pada UUD 1945, serta mengacu pada musyawarah mufakat, nuansa kebangsaan yang telah diatur dan dilindungi norma-norma atau etika kebangsaan, telah melahirkan kembali berbagai perbedaan yang kongkrit sebagai bentuk apresiasi dari kedemokrasian tersebut seperti partai-partai politk, organisasi masa serta lembaga swadaya masyarakat. Dan maraknya keberadaan kelompok, perkumpulan, atau organisasi-organisasi baik yang bergerak dibidang politik, social kemasyarakatan ataupun yang lainnya, menunjukkan bukti bahwa demokrasi di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dan kemajuan.
Demokrasi Indonesia atau demokrasi pancasila yang berasas musyawarah mufakat, yang secara harfiah menyimpan makna dari nilai-nilai nasionalisme dalam Bhinneka tunggal ika, yaitu kebersamaan yang diikat oleh rasa persaudaraan, yang menjadi manifestasi kokohnya persatuan serta kesatuan untuk satu tujuan, dimana setiap keputusan ialah hasil kesepakatan yang intensif dari kebersamaan yang disaring secara jujur dan adil pula untuk kebersamaan[4].
Dalam hal ini yang dibutuhkan bangsa Indonesia ialah kesadaran dari setiap individu untuk bisa mengevaluasi dan merevisi diri, serta berrevolusi untuk sebuah perubahan besar di dalam diri individunya atau revolusi diri yang disebut pembinaan moral dan akhlak.
Suku, agama, ras adalah de facto sebagai bangsa Indonesia, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika adalah solusi terhadap fakta yang kita hadapi guna mencapai cita-cita berbangsa dan bernegara. Embrio Bhineka Tunggal Ika adalah sumpah pemuda 28 Oktober 1928, sedang causa material Pancasila adalah budaya, agama, adat istiadat yang berkembang di wilayah nusantara[5]. Oleh karenanya Pancasila adalah ruang untuk berkembangnya suku, ras, dan agama, sedang Bhineka Tunggal Ika adalah prinsip-prinsip (komitmen) yang dipegang dalam mengembangkan suku, agama, dan ras bangsa ini.
Pancasila, sebagai sistem nilai sangat abstrak, oleh karenanya perlu diimplementasikan, dalam kaitan inilah Bhineka Tunggal Ika berfungsi sebagai basis kesadaran identitas sebagai bangsa dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kesadaran Bhineka Tunggal Ika, tidak ada ruang untuk berbuat diskriminasi, karena istilah “IKA” mencerminkan suasana “persamaan”, “kesetaraan” sebagai warga negara, dan Pancasila memfasilitasi suasana tersebut. Sebagai fasilitator Pancasila yang telah dimplementasikan dalam bentuk hukum positif, maka tidak akan berguna tanpa dikawal oleh penegakan hukum.[6]
Persamaan dan kesetaraan, tercermin dalam sistem demokrasi yang kita miliki, yakni demokrasi yang dijiwai oleh sila ke-4 Pancasila (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan). Secara prinsip, demokrasi bukanlah bersifat ideologis sehingga demokrasi tidak harus seperti di Barat, demokrasi nuansanya budaya, oleh karenanya demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang berakar pada nilai-nilai bangsa Indonesia. Memang “demokrasi” mansih bersifat universal, tetapi pada tataran implementatif maka demokrasi akan terikat oleh kondisi obyektif bangsa yang bersangkutan[7]. Pancasila sebagai sistem nilai bangsa, memiliki hak paten untuk mewarnai demokrasi di Indonesia. Memang demokrasi merupakan alat, oleh karenanya efektivitas dan produktivitas alat tersebut akan sangat dipengaruhi oleh si pengguna alat tersebut.




BAB III
PENUTUP
A.    kesimpulan
Demokrasi dan bhinneka tunggal ika adalah sebuah pasangan yang erat dan serasi bagi indonesia. Karena bhinneka tunggal ika ialah pemersatu bagi bangsa indonesia yang berpemerintahan demokrasi.
Demokrasi dan Bhineka Tunggal Ika, merupakan kebutuhan bagi kelangsungan hidup bangsa yang wilayahnya kepulauan dan bangsanya suku, ras, dan agama. Pancasila merupakan ruang yang nyaman bagi berkembangnya keanekaragaman suku, ras, dan agama. dan Bhineka Tunggal Ika sebagai basis kesadaran identitas bangsa yang menempati ruang Pancasila.
Suku, agama, dan ras adalah de facto dan demokrasi Pancasila adalah solusi dan ruang dalam mengembangkan suku, agama, dan ras dan Bhineka Tunggal Ika adalah jiwa yang mendorong perkembangan demokrasi Pancasila.



DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. “Pancasila dan Identitas Nasional Indonesia: Perspektif Multikulturalisme”. Bogor: Brighten Press. 2006.
As”ad Said Ali, Negara Pancasila Jalan Kemasalahatan Berbangsa, Jakarta LP3ES 2010.
Notonagoro, Pancasila Dasar Falsafah Negara, Pancuran Tujuh, Jakarta. 1974.
Kusumohamidjojo, B. Kebhinnekaan Masyarakat Indonesia: Suatu Problematik Filsafat Kebudayaan. Jakarta: Grasindo. 2000.
Asshiddiqie, Jimly, Ideologi Pancasila dan Konstitusi, Mahkamah Konstitusi, Jakarta. 2007.



[1] As”ad Said Ali, Negara Pancasila Jalan Kemasalahatan Berbangsa,  Jakarta LP3ES 2010. Hal : 75
[2] Asshiddiqie, Jimly, Ideologi Pancasila dan Konstitusi, Mahkamah Konstitusi, Jakarta. 2007. Hal : 97
[3] Ibid, Hal : 128
[4] Azyumardi Azra. “Pancasila dan Identitas Nasional Indonesia: Perspektif Multikulturalisme”. Bogor: Brighten Press 2006. Hal :142
[5] B. Kusumohamidjojo. Kebhinnekaan Masyarakat Indonesia: Suatu Problematik Filsafat Kebudayaan. Jakarta: Grasindo 2000. Hal : 55
[6] Notonagoro, Pancasila Dasar Falsafah Negara, Pancuran Tujuh, Jakarta 1974. Hal : 64
[7] Ibid, Hal : 66



@



0 comments:

bhineka tunggal ika